Jumat, 15 Juli 2011

Menertibkan Pejalan Kaki ?

Diposting oleh shine gasari di 22.18.00 0 komentar


Entah apa yang dimaksud dengan "menertibkan pejalan-kaki" sebagaimana diucapkan oleh pejabat polisi baru-baru ini di Jakarta? Bukankah justru kendaraan bermotor dan pemakai jalan lain yang harus ditertibkan untuk memberi tempat bagi pejalan kaki?


Undang-Undang No 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan dengan jelas menekankan prioritas bagi pejalan-kaki:

Pasal 131
  1. Pejalan Kaki berhak atas ketersediaan fasilitas pendukung yang berupa trotoar, tempat penyeberangan, dan fasilitas lain.
  2. Pejalan kaki berhak mendapatkan prioritas pada saat menyeberang Jalan di tempat penyeberangan.
  3. Dalam hal belum tersedia fasilitas sebagaimana dimaksud pada ayat (1), pejalan kaki berhak menyeberang di tempat yang dipilih dengan memperhatikan keselamatan dirinya.

Di kebanyakan negara yang saya ketahui, kebijakan lalu-lintas yang sama memang diberlakukan: pejalan kaki didahulukan. Prinsipnya adalah bahwa "yang lebih lemah" harus didahulukan daripada yang lebih kuat, terutama yang bermesin.

Saya ingin usulkan agar Satpol PP dirombak menjadi ramah-warga dan ditugaskan memandu orang menjadi beradab di ruang khalayak, bukan hanya dalam berlalu-lintas, tetapi juga lain-lain, misalnya dalam hal buang sampah, antri, dan sebagainya.
Tetapi pejalan kaki di banyak kota di Indonesia kini bahkan tidak bisa menyeberang di zebra-cross tanpa rasa takut. Seringkali tidak mungkin menunggu kendaraan bermotor akan mengalah berhenti untuk membiarkan pejalan-kaki menyeberang lebih dulu.

Sering pula, penyeberang diklakson, seolah dia yang salah karena "menyeberang sembarangan" (di zebra cross!). Sedangkan trotoar banyak tidak rata dan digunakan secara agresif oleh sepeda motor dan lain-lain, bahkan di jalan utama seperti Thamrin dan Sudirman di Jakarta.

Sayang Undang-Undang yang sama di atas juga mengandung kalimat bahwa pejalan-kaki wajib "menggunakan bagian jalan yang diperuntukkan bagi pejalan kaki atau jalan yang paling tepi atau menyeberang di tempat yang telah ditentukan". Tetapi tidak ada ayat yang berbunyi, "kendaraan bermotor wajib menggunakan jalur yang telah disediakan untuk mereka, dan tidak boleh menggunakan fasilitas pejalan kaki."

Memang ada pejalan kaki yang menyeberang tidak pada tempatnya. Tetapi bukankah itu karena mereka tidak merasakan bedanya dengan menyeberang di tempat yang disediakan, misalnya, karena hak mereka dilanggar orang lain?

Pejalan kaki juga sering dinomorduakan pada banyak pintu masuk ke kompleks atau gedung-gedung besar. Perhatikan saja pintu masuk ke kompleks Polda Metro Jaya dari arah Sudirman dekat Semanggi. Juga di gedung-gedung sepanjang Jalan Thamrin-Sudirman.

Kelihatannya ada semacam feodalisme di sini. Pejalan kaki diasumsikan miskin, tidak punya hak seistimewa orang yang menggunakan kendaraan, yang diasumsikan berduit dan mampu belanja. Padahal ini hanya soal gaya hidup.

Dan, jangan lupa, sebenarnya siapakah pejalan kaki itu? Kita semua! Pada waktu dan tempat yang berbeda. Punya mobil atau tidak.


Transportasi Masal Untuk Mengurangi Kemacetan

Diposting oleh shine gasari di 22.03.00 0 komentar






Transportasi merupakan fasilitas pendukung kegiatan manusia, transportasi tidak dapat dipisahkan dari aspek-aspek aktivitas manusia tersebut. Transportasi sudah menjadi kebutuhan manusia yang mendasar, tanpa transportasi manusia dapat terisolasi dan tidak dapat melakukan suatu mobilisasi atau pergerakan. Manfaat mobilisasi tersebut dapat dilihat dari berbagai aspek sesuai tujuannya, yaitu aspek ekonomi, sosial, dan politis.


Transportasi juga diharapkan memiliki fungsi untuk memindahkan objek sampai tujuan dengan selamat dan cepat, tidak melelahkan selama proses perpindahan, dan perjalanan tidak terkendala oleh hambatan bahkan tidak menimbulkan biaya ekonomi yang tinggi. Maka perkembangan transportasi harus seimbang dengan perkembangan kegiatan kehidupan manusia, baik kualitas maupun kuantitasnya. Kualitas yang di maksud adalah kenyamanan para pengguna transportasi harus selalu di perhatikan, sedangkan kuantitas yang dimaksud adalah jumlah moda transportasi, jangan sampai berbanding terbalik dengan kebutuhan manusia karena hal tersebut akan menghambat aksesbilitas manusia dalam mobilisasi dan akan berakibat tidak berkembangnya, kegiatan hidup dan roda perekonomian, begitu juga sebaliknya pengadaan transportasi yang melebihi tingkat kegiatan hidup manusia adalah suatu investasi yang merugikan dan penghamburan dana yang sia-sia karena dapat menimbulkan kemacetan. Oleh karena itu pengadaan transportasi bukanlah hal yang mudah karena dibutuhkan perhitungan yang tepat dan secermat mungkin untuk dapat memproyeksikan kebutuhan manusia akan transportasi itu sendiri.

Tranportasi juga memiliki hubungan yang erat dengan tata guna lahan di mana transportasi menjadi penghubung antar guna lahan, sehingga bila terjadi suatu peningkatan kegiatan pada guna lahan, maka permintaan pada transportasi akan meningkat begitu pula sebaliknya failitas transportasi diharapkan dapat menyediakan aksesbilitas yang lebih baik, sehingga permintaan untuk membangun lahan akan meningkat karena ada peningkatan aksesbilitas yang menyebabkan nilai lahan juga akan meningkat dan pada akhirnya nilai guna lahan tersebut akan berubah, misalnya menjadi lebih padat dari sebelumnya.

Pola pembangunan daerah yang terencana dengan baik mestinya didukung oleh pengadaan jaringan transportasi dan infrastruktur yang memenuhi syarat. Selama ini terlihat bahwa perencanaan tata guna lahan (land use) kurang dipertautkan dengan rencana jaringan jalan, penyediaan air bersih, pembangunan air kotor dan sebagainya. Kurangnya dukungan jaringan transpotasi dapat mengakibatkan kemacetan lalu lintas dan minimnya infrastruktur dapat menyebabkan kondisi lingkungan di suatu daerah menurun seperti kekurangan air bersih dan banjir di musim hujan (Budihardjo,1996).

Peranan transportasi semakin penting sejalan dengan tingkat kemajuan perekonomian dan kemakmuran Negara. Tingkat pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi di wilayah perkotaan telah menarik arus urbanisasi yang tinggi sebab bagi banyak orang hal ini menjanjikan kesempatan kerja yang lebih luas. Hal ini menjadikan tingkat pertumbuhan penduduk dan pekerja yang tinggi di wilayah ini.

Tingginya urbanisasi secara tidak langsung dapat dikatakan akibat tidak meratanya pertumbuhan wilayah, antara daerah pedalaman dengan perkotaan. Semakin besarnya perbedaan antara tingkat pertumbuhan wilayah antara tingkat urbanisasi, yang apada gilirannya akan menimbulkan berbagai masalah perkotaan, khususnya transportasi.

Usaha pemerintah untuk memecahakan masalah transportasi perkotaan telah banyak di lakukan, baik dengan meningkatkan kapasitas jaringan jalan yang ada, maupun dengan penambahan jaringan jalan baru. Tetapi walaupun usaha usaha tersebut telah dilakukan dan telah menghabiskan banyak biaya tetap saja kemacetan lalu lintas tidak dapat di hindari. Hal ini disebabkan karena kebutuhan akan transportasi terus meningkat, sedangkan perkembangan penyediaan fasilitas transportasi sangat rendah sehingga tidak dapat mengimbangi.

Untuk menanggulangi kemacetan lalu lintas ini, pemerintah daerah melakukan berbagai langkah, baik berupa menyusun kebijakan, menyusun tindakan, maupun menggarap aspek hukum. Hasilnya berupa pembangunan dan pengembangan prasarana, optimasi, penggunaan ruang jalan, serta penerapan peraturan dan hukum (Tamin, 2000)

Walaupun demikian, terlepas dari penilaian terhadap efisiensi dan efektivitas kebijakan serta langkah yang diambil, tampaknya kondisi kemacetan di wilayah perkotaan tidak menunjukkan perubahan yang berarti. Hal tersebut bukan saja karena kapasitas pelayanan yang kurang memadai, tapi juga karena pertumbuhan permintaan yang cukup tinggi dibandingkan dengan pertumbuhan penyediaan sarana dan prasarana transportasi yang dibutuhkan.

Faktor lain penyebab kemacetan di daerah perkotaan adalah meningkatnya kecenderungan para pemakai jasa transportasi untuk menggunakan kendaraan pribadi dibandingkan dengan kendaraan umum. Menurunnya peranan kendaraan umum juga disebabkan oleh rendahnya tingkat pelayanan kendaraan umum itu sendiri. Pada dasarnya, tingkat pelayanan yang rendah itu menyangkut sarana dan prasarana yang kurang memadai, waktu tempuh yang cukup lama, jumlah penumpang yang melebihi kapasitas angkut, tingkat kenyamanan yang rendah, sistem jaringan yang kurang memadai serta aksesbilitas yang sulit untuk daerah daerah tertentu.

Untuk menarik masyarakat menggunakan kendaraan umum selain memperbaiki tingkat pelayanannya, hal utama yang perlu diperhatikan adalah pejalan kaki. Sebab perjalanan dengan kendaraan umum selalu diawali dan diakhiri dengan berjalan kaki. Jadi, jika fasilitas pejalan kaki tidak tersedia dengan baik, masyarakat akan enggan menggunakan kendaraan umum.

Selain solusi-solusi tersebut dapat juga dengan memberikan suatu terobosan baru di dunia transportasi yang diharapkan dapat mengatasi berbagai masalah perkotaan terkait transportasi. Melihat perkembangan transportasi di luar negeri yang begitu pesat dalam meluncurkan berbagai inovasi sebagai alternatif-alternatif berkendara, terutama kendaraan umum dapat dijadikan suatu inspirasi demi tatanan transportasi yang lebih baik.

Oleh karena itu dibutuhkan suatu perencanaan yang matang agar tidak terjadi kesalahan dalam memilih alternatif yang dapat berakibat fatal di kemudian hari. Pengambilan keputusan, tindakan, maupun kebijakan harus diawali terlebih dahulu dengan proses perhitungan dan analisis, yang kemudian akan dilanjutkan dengan evaluasi untung ruginya, baik secara financial maupun secara sosial.

Dewasa ini sistem transportasi di Indonesia mengalami banyak permasalahan, yang paling utama menjadi sorotan adalah masalah kemacetan, seperti uraian sebelumnya hal yang menyebabkan titik-titik kemacetan adalah tingginya konsumsi akan kendaraan pribadi, belum lagi berkurangnya ruas jalan yang di sebabkan karena adanya jalur khusus busway, untuk masalah ini mungkin monorel merupakan salah satu solusi tepat dalam penerapan transportasi yang berkelanjutan (sustainable transport) karena letaknya yg memiliki jalur khusus seperti jembatan layang sehingga tidak mengganggu transportasi darat lainnya.

Selain transportasi darat, transportasi melalui laut juga sangat penting peranannnya terutama untuk negara kepulauan,bersungai dan berdanau. Terutama untuk wilayah Indonesia yang didomunasi oleh permukaan air, angkutan laut dapat menjadi salah satu solusi yang tepat juga untuk mengurangi masalah kemacetan. Meskipun angkutan melalui air ini lebih sering digunakan untuk membawa barang yang berupa bahan mentah dan barang setengah jadi.

Dari paparan di atas maka dapat disimpulkan perlunya berbagai inovasi dalam transportasi terutama inovasi terhadap moda transportasi guna memperbaiki masalah terkait segala sistem transpotasi yang ada. Dengan memperbaiki sistem maupun jaringan transportasi tanpa merubah komponen-komponen di dalamnya diharapkan kondisi transportasi khususnya di Indonesia menuju ke perubahan yang lebih baik.

menulis kembali dari artikel lemustar47news/@copyright-akbar/23/12/10

Tata Guna Lahan dan Transportasi

Diposting oleh shine gasari di 21.36.00 0 komentar


Pengaturan tata guna lahan memiliki peran yang penting dalam pembentukan sistem pergerakan (transportasi) penduduknya. Kondisi yang ada di Jakarta, konsep pengaturan tata guna lahan telah tertuang dalam rencanarencana kota, namun dalam pelaksanaannya masih banyak kekurangan dan kendala.

Sistem pengaturan tata guna lahan membutuhkan peran serta langsung masyarakat dan memerlukan jangka waktu yang sangat lama. Hal terpenting yang berkaitan dengan pengaturan tata guna lahan (pembagian pusat-pusat pertumbuhan) adalah pemakaian sistem transportasi yang menghubungkan antar pusat-pusat atau antara pusat dengan sub-pusat pertumbuhan yang masih mengandalkan pada sistem transportasi jalan raya.

Kondisi ini mengakibatkan tingginya permasalahan transportasi seperti kepadatan, kemacetan, perpakiran dan lain-lain. Sebagai alternatif dari aspek sistem pergerakan yang dapat diajukan dalam usaha mengatasi permasalahan ini adalah dengan pengembangan suatu sistem angkutan umum masal (mass rapid transportation) yang efektif dan efisien. Sebagai pilihan terbaik dari sistem jaringan adalah moda angkutan kereta api, karena beberapa pertimbangan seperti daya angkut, kecepatan, dampak petumbuhan sepanjang jalur lintasan dan lain-lain.

Sistem ini hendaknya terpadu dengan sistem moda angkutan lainnya dengan fungsi dan hirarki yang jelas. Sistem jaringan kereta api diterapkan untuk menghubungkan pusat kota dengan pusat-pusat pertumbuhan di sekitarnya (kota satelit), sedangkan pada pergerakan internal pusat kota dan masing-masing sub pusat kota menggunakan sistem angkutan masal yang fleksibel seperti bus. Untuk pusat-pusat kota dimana harga tanah sudaha sangat tinggi dapat diterapkan sistem subway, sedangkan di daerah pinggiran dapat menggunakan sistem eleveted.

Penerapan sistem terminal yang terpadu antar beberapa macam moda angkutan merupakan suatu prasarana yang penting untuk memudahkan pencapaian dan kenyamanan. Hal yang terpenting pula adalah koordinasi antar sistem kelembagaan yang terkait, sehingga masing-masing kebijaksanaan yang diambil berkaitan dengan masalah transportasi dapat dilakukan secara terpadu dan terarah.

Aspek pencemaran lingkungan sebagai dampak dari permasalahan transportasi adalah sangat besar, sehingga pemecahan masalah ini harus segera dilakukan sehingga keselamatan lingkungan segera dapat dilakukan. Usulan pemanfaatan sistem jaringan kereta api dan bus yang
terpadu merupakan salah satu usaha yang tepat dalam mengatasi masalah transportasi yang pada akhirnya akan dapat pula mengurangi pencemaran yang ditimbulkan terhadap lingkungan.



menulis kembali dari Bayu A. Wibawa ( http://images.bayuaw.multiply.multiplycontent.com/attachment/0/SGcu5woKCjwAABK3P8s1/TATA%20GUNA%20LAHAN%20DAN%20TRANSPORTASI.pdf?key=bayuaw:journal:3&nmid=103278200 )

Transportasi Massal Perkotaan

Diposting oleh shine gasari di 20.12.00 0 komentar

sedikitnya ada tiga persoalan kota yang sangat penting untuk diperhatikan dalam membangun kota hemat energi yakni

  1. perencanaan sistem transportasi dan manajemen lalu lintas (transport planning and traffic management),
  2. perencanaan dan perancangan tata ruang kota dan tata guna lahan (urban spaces and land-use planning and design), dan
  3. ketiga perencanaan dan perancangan tata lingkungan dan tata bangunan (lanscape and building planning and design).

Dalam upaya membangun kota hemat energi, dapat dimulai dengan membangun dan menyediakan sarana dan prasarana transportasi publik/masal yang efisien dan representatif

Tak ayal lagi, konsumsi energi terbesar bagi kota-kota adalah dari sektor transportasi ini. Inilah sektor yang paling vital yang menandai denyut kehidupan sebuah kota. Sebuah kota bisa dianggap mati jika di dalamnya tidak ada dinamika pergerakan penduduk dari satu tempat ke tempat yang lain. Makin besar skala sebuah kota, dapat dipastikan makin banyak pula jumlah orang yang bergerak di dalam kota setiap waktunya.
Oleh karenanya perencanaan dan pengelolaan sistem transportasi publik/masal yang baik, efisien dan representatif serta pengaturan/manajemen yang tepat akan menjadi faktor kunci bagi penghematan energi di kota.

Penyebab utama tidak hematnya sektor transportasi di berbagai kota di dunia hampir selalu dipastikan karena banyaknya kendaraan pribadi yang memenuhi jalan-jalan di kota. Dengan penentuan sistem dan penyediaan sarana transportasi masal dan efisien, diharapkan banyaknya pengguna mobil pribadi akan berkurang dan beralih kepada transportasi masal ini. Syaratnya, transportasi masal haruslah representatif, efisien, aman, dan nyaman.
Karena sifatnya masal dan efisien, harga semestinya juga bisa murah dan terjangkau oleh semua lapisan masyarakat sehingga juga dapat menekan anggaran transportasi bagi masyarakat luas. Selain itu peraturan daerah/kota bisa dibuat sedemikian hingga menggunakan transportasi masal menjadi lebih hemat dibanding dengan memakai kendaraan pribadi, sehingga ini semakin mendorong sebagian besar masyarakat beralih ke transportasi masal ini.

Melalui sistem transportasi publik/masal yang efisienlah sebuah kota (bahkan negara) bisa sangat menghemat energi, karena pergerakan penduduk dapat diangkut dalam jumlah yang besar pada waktu yang sama.
Menengok kota-kota besar di negara maju seperti Jepang, andalan utama transportasi masalnya adalah kereta listrik (densha) atau kereta listrik bawah tanah/subway, (cikatetsu) yang bisa mengangkut ribuan orang pada waktu bersamaan ketika jam sibuk. Selain praktis, aman dan nyaman, harga pun sangat terjangkau bagi masyarakat luas untuk ukuran masyarakat di Jepang, juga ketepatan waktunya dapat dijamin dalam hitungan menit.

transportasi yang efisien untuk diterapkan di daerah perkotaan dan dapat membantu untuk mengurangi kepadatan ditempat pergerakan masyarakat yaitu masih dimiliki oleh transportasi kereta listrik bawah tanah dan juga busway, kereta bawah tanah dapat digunakan untuk meminimalisir kondisi jalan yang sudah tidak memungkinkan lagi yaitu dengan sering terjadinya kemacetan.

kereta listrik bawah tanah sangat membantu pemerintah jepang dalam mengatasi pergerakan masyarakat yang begitu besar untuk memenuhi kebutuhannya masing-masing, karena itu penggunaan kereta listrik bawah tanah sangat efisien pemakaiannya dan juga dapat mengurangi kemacetan di jalanan yang paling banyak diakibatkan oleh kendaraan pribadi. Dengan adanya transportasi massal berupa kereta listrik bawah tanah masyarakat lebih senang memilih transportasi tersebut karena tepat waktu dan efisien jika ingin bepergian ke manapun, kondisinya pun nyaman dan aman dikarenakan perhatian pemerintah dan masyarakat untuk tidak merusak dan ikut merawat transportasi tersebut.

selain kereta listrik bawah tanah, dapat juga digunakan busway untuk mengurangi kepadatan penggunaan kendaraan pribadi, seperti halnya salah satu contoh terbaik penggunaan transportasi masal bus ini bisa dilihat di Kota Curitiba, Brasil. Kota yang luas areanya 432 km2 dan jumlah penduduk 1,6 juta jiwa ini mengoperasikan 5 tipe angkutan bus dengan daya angkut hingga 270 penumpang. Satu di antaranya yang terkenal adalah tipe busway seperti yang dipraktekkan di Jakarta tersebut. Sebanyak 1100 bus membuat 12.500 total perjalanan sehari dapat mengangkut sebanyak 1,3 juta penumpang perharinya. Ini telah berhasil mengurangi ketergantungan warga kota pada mobil pribadi, dan meningkatkan penumpang hingga 50 kali lipat dibanding 20 tahun sebelumnya. Penduduk pun hanya mengeluarkan 10% dari pendapatan tahunan mereka untuk belanja transportasi (bandingkan dengan di Jakarta, yang sebelumnya 15%, kini diperkirakan mencapai 20% pasca kenaikan BBM per 1 oktober 2005 yang lalu).
Lebih dari itu, kota Curitiba juga mampu menurunkan konsumsi BBM perkapita penduduk rata-rata hingga 30% lebih rendah dibandingkan dengan 8 kota lainnya di Brasil. Tak heran jika ia disebut-sebut juga sebagai salah satu kota dengan tingkat polusi terendah di dunia.


menulis dan memperbarui kembali pada 16 Juli 2011 dari artikel Bambang Setia Budi (Peneliti ISTECS, Staf Departemen Arsitektur ITB dan kandidat doktor di Toyohashi University of Technology, Jepang) dengan sumber: Berita Iptek Online - ditulis pada 10 Oktober 2005. aktiviantia poshi negasari

Jumat, 15 Juli 2011

Menertibkan Pejalan Kaki ?



Entah apa yang dimaksud dengan "menertibkan pejalan-kaki" sebagaimana diucapkan oleh pejabat polisi baru-baru ini di Jakarta? Bukankah justru kendaraan bermotor dan pemakai jalan lain yang harus ditertibkan untuk memberi tempat bagi pejalan kaki?


Undang-Undang No 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan dengan jelas menekankan prioritas bagi pejalan-kaki:

Pasal 131
  1. Pejalan Kaki berhak atas ketersediaan fasilitas pendukung yang berupa trotoar, tempat penyeberangan, dan fasilitas lain.
  2. Pejalan kaki berhak mendapatkan prioritas pada saat menyeberang Jalan di tempat penyeberangan.
  3. Dalam hal belum tersedia fasilitas sebagaimana dimaksud pada ayat (1), pejalan kaki berhak menyeberang di tempat yang dipilih dengan memperhatikan keselamatan dirinya.

Di kebanyakan negara yang saya ketahui, kebijakan lalu-lintas yang sama memang diberlakukan: pejalan kaki didahulukan. Prinsipnya adalah bahwa "yang lebih lemah" harus didahulukan daripada yang lebih kuat, terutama yang bermesin.

Saya ingin usulkan agar Satpol PP dirombak menjadi ramah-warga dan ditugaskan memandu orang menjadi beradab di ruang khalayak, bukan hanya dalam berlalu-lintas, tetapi juga lain-lain, misalnya dalam hal buang sampah, antri, dan sebagainya.
Tetapi pejalan kaki di banyak kota di Indonesia kini bahkan tidak bisa menyeberang di zebra-cross tanpa rasa takut. Seringkali tidak mungkin menunggu kendaraan bermotor akan mengalah berhenti untuk membiarkan pejalan-kaki menyeberang lebih dulu.

Sering pula, penyeberang diklakson, seolah dia yang salah karena "menyeberang sembarangan" (di zebra cross!). Sedangkan trotoar banyak tidak rata dan digunakan secara agresif oleh sepeda motor dan lain-lain, bahkan di jalan utama seperti Thamrin dan Sudirman di Jakarta.

Sayang Undang-Undang yang sama di atas juga mengandung kalimat bahwa pejalan-kaki wajib "menggunakan bagian jalan yang diperuntukkan bagi pejalan kaki atau jalan yang paling tepi atau menyeberang di tempat yang telah ditentukan". Tetapi tidak ada ayat yang berbunyi, "kendaraan bermotor wajib menggunakan jalur yang telah disediakan untuk mereka, dan tidak boleh menggunakan fasilitas pejalan kaki."

Memang ada pejalan kaki yang menyeberang tidak pada tempatnya. Tetapi bukankah itu karena mereka tidak merasakan bedanya dengan menyeberang di tempat yang disediakan, misalnya, karena hak mereka dilanggar orang lain?

Pejalan kaki juga sering dinomorduakan pada banyak pintu masuk ke kompleks atau gedung-gedung besar. Perhatikan saja pintu masuk ke kompleks Polda Metro Jaya dari arah Sudirman dekat Semanggi. Juga di gedung-gedung sepanjang Jalan Thamrin-Sudirman.

Kelihatannya ada semacam feodalisme di sini. Pejalan kaki diasumsikan miskin, tidak punya hak seistimewa orang yang menggunakan kendaraan, yang diasumsikan berduit dan mampu belanja. Padahal ini hanya soal gaya hidup.

Dan, jangan lupa, sebenarnya siapakah pejalan kaki itu? Kita semua! Pada waktu dan tempat yang berbeda. Punya mobil atau tidak.


Transportasi Masal Untuk Mengurangi Kemacetan







Transportasi merupakan fasilitas pendukung kegiatan manusia, transportasi tidak dapat dipisahkan dari aspek-aspek aktivitas manusia tersebut. Transportasi sudah menjadi kebutuhan manusia yang mendasar, tanpa transportasi manusia dapat terisolasi dan tidak dapat melakukan suatu mobilisasi atau pergerakan. Manfaat mobilisasi tersebut dapat dilihat dari berbagai aspek sesuai tujuannya, yaitu aspek ekonomi, sosial, dan politis.


Transportasi juga diharapkan memiliki fungsi untuk memindahkan objek sampai tujuan dengan selamat dan cepat, tidak melelahkan selama proses perpindahan, dan perjalanan tidak terkendala oleh hambatan bahkan tidak menimbulkan biaya ekonomi yang tinggi. Maka perkembangan transportasi harus seimbang dengan perkembangan kegiatan kehidupan manusia, baik kualitas maupun kuantitasnya. Kualitas yang di maksud adalah kenyamanan para pengguna transportasi harus selalu di perhatikan, sedangkan kuantitas yang dimaksud adalah jumlah moda transportasi, jangan sampai berbanding terbalik dengan kebutuhan manusia karena hal tersebut akan menghambat aksesbilitas manusia dalam mobilisasi dan akan berakibat tidak berkembangnya, kegiatan hidup dan roda perekonomian, begitu juga sebaliknya pengadaan transportasi yang melebihi tingkat kegiatan hidup manusia adalah suatu investasi yang merugikan dan penghamburan dana yang sia-sia karena dapat menimbulkan kemacetan. Oleh karena itu pengadaan transportasi bukanlah hal yang mudah karena dibutuhkan perhitungan yang tepat dan secermat mungkin untuk dapat memproyeksikan kebutuhan manusia akan transportasi itu sendiri.

Tranportasi juga memiliki hubungan yang erat dengan tata guna lahan di mana transportasi menjadi penghubung antar guna lahan, sehingga bila terjadi suatu peningkatan kegiatan pada guna lahan, maka permintaan pada transportasi akan meningkat begitu pula sebaliknya failitas transportasi diharapkan dapat menyediakan aksesbilitas yang lebih baik, sehingga permintaan untuk membangun lahan akan meningkat karena ada peningkatan aksesbilitas yang menyebabkan nilai lahan juga akan meningkat dan pada akhirnya nilai guna lahan tersebut akan berubah, misalnya menjadi lebih padat dari sebelumnya.

Pola pembangunan daerah yang terencana dengan baik mestinya didukung oleh pengadaan jaringan transportasi dan infrastruktur yang memenuhi syarat. Selama ini terlihat bahwa perencanaan tata guna lahan (land use) kurang dipertautkan dengan rencana jaringan jalan, penyediaan air bersih, pembangunan air kotor dan sebagainya. Kurangnya dukungan jaringan transpotasi dapat mengakibatkan kemacetan lalu lintas dan minimnya infrastruktur dapat menyebabkan kondisi lingkungan di suatu daerah menurun seperti kekurangan air bersih dan banjir di musim hujan (Budihardjo,1996).

Peranan transportasi semakin penting sejalan dengan tingkat kemajuan perekonomian dan kemakmuran Negara. Tingkat pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi di wilayah perkotaan telah menarik arus urbanisasi yang tinggi sebab bagi banyak orang hal ini menjanjikan kesempatan kerja yang lebih luas. Hal ini menjadikan tingkat pertumbuhan penduduk dan pekerja yang tinggi di wilayah ini.

Tingginya urbanisasi secara tidak langsung dapat dikatakan akibat tidak meratanya pertumbuhan wilayah, antara daerah pedalaman dengan perkotaan. Semakin besarnya perbedaan antara tingkat pertumbuhan wilayah antara tingkat urbanisasi, yang apada gilirannya akan menimbulkan berbagai masalah perkotaan, khususnya transportasi.

Usaha pemerintah untuk memecahakan masalah transportasi perkotaan telah banyak di lakukan, baik dengan meningkatkan kapasitas jaringan jalan yang ada, maupun dengan penambahan jaringan jalan baru. Tetapi walaupun usaha usaha tersebut telah dilakukan dan telah menghabiskan banyak biaya tetap saja kemacetan lalu lintas tidak dapat di hindari. Hal ini disebabkan karena kebutuhan akan transportasi terus meningkat, sedangkan perkembangan penyediaan fasilitas transportasi sangat rendah sehingga tidak dapat mengimbangi.

Untuk menanggulangi kemacetan lalu lintas ini, pemerintah daerah melakukan berbagai langkah, baik berupa menyusun kebijakan, menyusun tindakan, maupun menggarap aspek hukum. Hasilnya berupa pembangunan dan pengembangan prasarana, optimasi, penggunaan ruang jalan, serta penerapan peraturan dan hukum (Tamin, 2000)

Walaupun demikian, terlepas dari penilaian terhadap efisiensi dan efektivitas kebijakan serta langkah yang diambil, tampaknya kondisi kemacetan di wilayah perkotaan tidak menunjukkan perubahan yang berarti. Hal tersebut bukan saja karena kapasitas pelayanan yang kurang memadai, tapi juga karena pertumbuhan permintaan yang cukup tinggi dibandingkan dengan pertumbuhan penyediaan sarana dan prasarana transportasi yang dibutuhkan.

Faktor lain penyebab kemacetan di daerah perkotaan adalah meningkatnya kecenderungan para pemakai jasa transportasi untuk menggunakan kendaraan pribadi dibandingkan dengan kendaraan umum. Menurunnya peranan kendaraan umum juga disebabkan oleh rendahnya tingkat pelayanan kendaraan umum itu sendiri. Pada dasarnya, tingkat pelayanan yang rendah itu menyangkut sarana dan prasarana yang kurang memadai, waktu tempuh yang cukup lama, jumlah penumpang yang melebihi kapasitas angkut, tingkat kenyamanan yang rendah, sistem jaringan yang kurang memadai serta aksesbilitas yang sulit untuk daerah daerah tertentu.

Untuk menarik masyarakat menggunakan kendaraan umum selain memperbaiki tingkat pelayanannya, hal utama yang perlu diperhatikan adalah pejalan kaki. Sebab perjalanan dengan kendaraan umum selalu diawali dan diakhiri dengan berjalan kaki. Jadi, jika fasilitas pejalan kaki tidak tersedia dengan baik, masyarakat akan enggan menggunakan kendaraan umum.

Selain solusi-solusi tersebut dapat juga dengan memberikan suatu terobosan baru di dunia transportasi yang diharapkan dapat mengatasi berbagai masalah perkotaan terkait transportasi. Melihat perkembangan transportasi di luar negeri yang begitu pesat dalam meluncurkan berbagai inovasi sebagai alternatif-alternatif berkendara, terutama kendaraan umum dapat dijadikan suatu inspirasi demi tatanan transportasi yang lebih baik.

Oleh karena itu dibutuhkan suatu perencanaan yang matang agar tidak terjadi kesalahan dalam memilih alternatif yang dapat berakibat fatal di kemudian hari. Pengambilan keputusan, tindakan, maupun kebijakan harus diawali terlebih dahulu dengan proses perhitungan dan analisis, yang kemudian akan dilanjutkan dengan evaluasi untung ruginya, baik secara financial maupun secara sosial.

Dewasa ini sistem transportasi di Indonesia mengalami banyak permasalahan, yang paling utama menjadi sorotan adalah masalah kemacetan, seperti uraian sebelumnya hal yang menyebabkan titik-titik kemacetan adalah tingginya konsumsi akan kendaraan pribadi, belum lagi berkurangnya ruas jalan yang di sebabkan karena adanya jalur khusus busway, untuk masalah ini mungkin monorel merupakan salah satu solusi tepat dalam penerapan transportasi yang berkelanjutan (sustainable transport) karena letaknya yg memiliki jalur khusus seperti jembatan layang sehingga tidak mengganggu transportasi darat lainnya.

Selain transportasi darat, transportasi melalui laut juga sangat penting peranannnya terutama untuk negara kepulauan,bersungai dan berdanau. Terutama untuk wilayah Indonesia yang didomunasi oleh permukaan air, angkutan laut dapat menjadi salah satu solusi yang tepat juga untuk mengurangi masalah kemacetan. Meskipun angkutan melalui air ini lebih sering digunakan untuk membawa barang yang berupa bahan mentah dan barang setengah jadi.

Dari paparan di atas maka dapat disimpulkan perlunya berbagai inovasi dalam transportasi terutama inovasi terhadap moda transportasi guna memperbaiki masalah terkait segala sistem transpotasi yang ada. Dengan memperbaiki sistem maupun jaringan transportasi tanpa merubah komponen-komponen di dalamnya diharapkan kondisi transportasi khususnya di Indonesia menuju ke perubahan yang lebih baik.

menulis kembali dari artikel lemustar47news/@copyright-akbar/23/12/10

Tata Guna Lahan dan Transportasi



Pengaturan tata guna lahan memiliki peran yang penting dalam pembentukan sistem pergerakan (transportasi) penduduknya. Kondisi yang ada di Jakarta, konsep pengaturan tata guna lahan telah tertuang dalam rencanarencana kota, namun dalam pelaksanaannya masih banyak kekurangan dan kendala.

Sistem pengaturan tata guna lahan membutuhkan peran serta langsung masyarakat dan memerlukan jangka waktu yang sangat lama. Hal terpenting yang berkaitan dengan pengaturan tata guna lahan (pembagian pusat-pusat pertumbuhan) adalah pemakaian sistem transportasi yang menghubungkan antar pusat-pusat atau antara pusat dengan sub-pusat pertumbuhan yang masih mengandalkan pada sistem transportasi jalan raya.

Kondisi ini mengakibatkan tingginya permasalahan transportasi seperti kepadatan, kemacetan, perpakiran dan lain-lain. Sebagai alternatif dari aspek sistem pergerakan yang dapat diajukan dalam usaha mengatasi permasalahan ini adalah dengan pengembangan suatu sistem angkutan umum masal (mass rapid transportation) yang efektif dan efisien. Sebagai pilihan terbaik dari sistem jaringan adalah moda angkutan kereta api, karena beberapa pertimbangan seperti daya angkut, kecepatan, dampak petumbuhan sepanjang jalur lintasan dan lain-lain.

Sistem ini hendaknya terpadu dengan sistem moda angkutan lainnya dengan fungsi dan hirarki yang jelas. Sistem jaringan kereta api diterapkan untuk menghubungkan pusat kota dengan pusat-pusat pertumbuhan di sekitarnya (kota satelit), sedangkan pada pergerakan internal pusat kota dan masing-masing sub pusat kota menggunakan sistem angkutan masal yang fleksibel seperti bus. Untuk pusat-pusat kota dimana harga tanah sudaha sangat tinggi dapat diterapkan sistem subway, sedangkan di daerah pinggiran dapat menggunakan sistem eleveted.

Penerapan sistem terminal yang terpadu antar beberapa macam moda angkutan merupakan suatu prasarana yang penting untuk memudahkan pencapaian dan kenyamanan. Hal yang terpenting pula adalah koordinasi antar sistem kelembagaan yang terkait, sehingga masing-masing kebijaksanaan yang diambil berkaitan dengan masalah transportasi dapat dilakukan secara terpadu dan terarah.

Aspek pencemaran lingkungan sebagai dampak dari permasalahan transportasi adalah sangat besar, sehingga pemecahan masalah ini harus segera dilakukan sehingga keselamatan lingkungan segera dapat dilakukan. Usulan pemanfaatan sistem jaringan kereta api dan bus yang
terpadu merupakan salah satu usaha yang tepat dalam mengatasi masalah transportasi yang pada akhirnya akan dapat pula mengurangi pencemaran yang ditimbulkan terhadap lingkungan.



menulis kembali dari Bayu A. Wibawa ( http://images.bayuaw.multiply.multiplycontent.com/attachment/0/SGcu5woKCjwAABK3P8s1/TATA%20GUNA%20LAHAN%20DAN%20TRANSPORTASI.pdf?key=bayuaw:journal:3&nmid=103278200 )

Transportasi Massal Perkotaan

sedikitnya ada tiga persoalan kota yang sangat penting untuk diperhatikan dalam membangun kota hemat energi yakni

  1. perencanaan sistem transportasi dan manajemen lalu lintas (transport planning and traffic management),
  2. perencanaan dan perancangan tata ruang kota dan tata guna lahan (urban spaces and land-use planning and design), dan
  3. ketiga perencanaan dan perancangan tata lingkungan dan tata bangunan (lanscape and building planning and design).

Dalam upaya membangun kota hemat energi, dapat dimulai dengan membangun dan menyediakan sarana dan prasarana transportasi publik/masal yang efisien dan representatif

Tak ayal lagi, konsumsi energi terbesar bagi kota-kota adalah dari sektor transportasi ini. Inilah sektor yang paling vital yang menandai denyut kehidupan sebuah kota. Sebuah kota bisa dianggap mati jika di dalamnya tidak ada dinamika pergerakan penduduk dari satu tempat ke tempat yang lain. Makin besar skala sebuah kota, dapat dipastikan makin banyak pula jumlah orang yang bergerak di dalam kota setiap waktunya.
Oleh karenanya perencanaan dan pengelolaan sistem transportasi publik/masal yang baik, efisien dan representatif serta pengaturan/manajemen yang tepat akan menjadi faktor kunci bagi penghematan energi di kota.

Penyebab utama tidak hematnya sektor transportasi di berbagai kota di dunia hampir selalu dipastikan karena banyaknya kendaraan pribadi yang memenuhi jalan-jalan di kota. Dengan penentuan sistem dan penyediaan sarana transportasi masal dan efisien, diharapkan banyaknya pengguna mobil pribadi akan berkurang dan beralih kepada transportasi masal ini. Syaratnya, transportasi masal haruslah representatif, efisien, aman, dan nyaman.
Karena sifatnya masal dan efisien, harga semestinya juga bisa murah dan terjangkau oleh semua lapisan masyarakat sehingga juga dapat menekan anggaran transportasi bagi masyarakat luas. Selain itu peraturan daerah/kota bisa dibuat sedemikian hingga menggunakan transportasi masal menjadi lebih hemat dibanding dengan memakai kendaraan pribadi, sehingga ini semakin mendorong sebagian besar masyarakat beralih ke transportasi masal ini.

Melalui sistem transportasi publik/masal yang efisienlah sebuah kota (bahkan negara) bisa sangat menghemat energi, karena pergerakan penduduk dapat diangkut dalam jumlah yang besar pada waktu yang sama.
Menengok kota-kota besar di negara maju seperti Jepang, andalan utama transportasi masalnya adalah kereta listrik (densha) atau kereta listrik bawah tanah/subway, (cikatetsu) yang bisa mengangkut ribuan orang pada waktu bersamaan ketika jam sibuk. Selain praktis, aman dan nyaman, harga pun sangat terjangkau bagi masyarakat luas untuk ukuran masyarakat di Jepang, juga ketepatan waktunya dapat dijamin dalam hitungan menit.

transportasi yang efisien untuk diterapkan di daerah perkotaan dan dapat membantu untuk mengurangi kepadatan ditempat pergerakan masyarakat yaitu masih dimiliki oleh transportasi kereta listrik bawah tanah dan juga busway, kereta bawah tanah dapat digunakan untuk meminimalisir kondisi jalan yang sudah tidak memungkinkan lagi yaitu dengan sering terjadinya kemacetan.

kereta listrik bawah tanah sangat membantu pemerintah jepang dalam mengatasi pergerakan masyarakat yang begitu besar untuk memenuhi kebutuhannya masing-masing, karena itu penggunaan kereta listrik bawah tanah sangat efisien pemakaiannya dan juga dapat mengurangi kemacetan di jalanan yang paling banyak diakibatkan oleh kendaraan pribadi. Dengan adanya transportasi massal berupa kereta listrik bawah tanah masyarakat lebih senang memilih transportasi tersebut karena tepat waktu dan efisien jika ingin bepergian ke manapun, kondisinya pun nyaman dan aman dikarenakan perhatian pemerintah dan masyarakat untuk tidak merusak dan ikut merawat transportasi tersebut.

selain kereta listrik bawah tanah, dapat juga digunakan busway untuk mengurangi kepadatan penggunaan kendaraan pribadi, seperti halnya salah satu contoh terbaik penggunaan transportasi masal bus ini bisa dilihat di Kota Curitiba, Brasil. Kota yang luas areanya 432 km2 dan jumlah penduduk 1,6 juta jiwa ini mengoperasikan 5 tipe angkutan bus dengan daya angkut hingga 270 penumpang. Satu di antaranya yang terkenal adalah tipe busway seperti yang dipraktekkan di Jakarta tersebut. Sebanyak 1100 bus membuat 12.500 total perjalanan sehari dapat mengangkut sebanyak 1,3 juta penumpang perharinya. Ini telah berhasil mengurangi ketergantungan warga kota pada mobil pribadi, dan meningkatkan penumpang hingga 50 kali lipat dibanding 20 tahun sebelumnya. Penduduk pun hanya mengeluarkan 10% dari pendapatan tahunan mereka untuk belanja transportasi (bandingkan dengan di Jakarta, yang sebelumnya 15%, kini diperkirakan mencapai 20% pasca kenaikan BBM per 1 oktober 2005 yang lalu).
Lebih dari itu, kota Curitiba juga mampu menurunkan konsumsi BBM perkapita penduduk rata-rata hingga 30% lebih rendah dibandingkan dengan 8 kota lainnya di Brasil. Tak heran jika ia disebut-sebut juga sebagai salah satu kota dengan tingkat polusi terendah di dunia.


menulis dan memperbarui kembali pada 16 Juli 2011 dari artikel Bambang Setia Budi (Peneliti ISTECS, Staf Departemen Arsitektur ITB dan kandidat doktor di Toyohashi University of Technology, Jepang) dengan sumber: Berita Iptek Online - ditulis pada 10 Oktober 2005. aktiviantia poshi negasari

 

The Amazing World Copyright © 2009 Paper Girl is Designed by Ipietoon Blogger Template Sponsored by web hosting